Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Merauke Mendapat Perhatian Khusus Komisi VIII DPR
Komisi VIII DPR menaruh perhatian besar terhadap penanganan perlindungan anak dan perempuan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), karena berdasarkan data yang diterima Komisi VIII DPR diketahui bahwa Kabupaten Merauke Propinsi Papua Jayapura angka KDRT sangat tinggi. Demikian dikatakan Ketua Tim Kunker Komisi VIII DPR Hj. Ledia Hanifa Amaliah saat melakukan kunker ke Merauke Selasa (15/7).
Ledia mengemukakan, setiap tahun di Merauke angka korban yang melaporkan adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terus meningkat dan kian mengkhawatirkan. "Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana kabupaten Merauke telah menangani sekitar 200 kasus KDRT. Jumlah tersebut telah meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya belum lagi yang tidak berani melaporkan dalam korban kekerasan dalam rumah tangga bisa lebih banyak dari yang melapor,"ungkapnya.
Sementara Kepala Bapermas P2AKB Albeertina Mekiuw mengatakan, problem KDRT ibarat fenomena gunung es, karena itu pihaknya menghimbau para korban KDRT agar mau menginformasikan kekerasan yang dialami pada pihak terkait.
Dia mengemukakan, memang perlu keberanian dan pengobanan untuk membuka aib keluarga. Namun dalam pantauan masih banyak para istri yang takut untuk melapor karena masih menjaga citra dan nama baik suaminya, meskipun sudah dalam posisi terancam.
Menurut Albertina, dari 200-an kasus yang didampingi Bapermas, mayoritas KDRT menimpa pihak istri akibat suami dipengaruhi minuman keras (miras). karena itu, pihaknya berupaya mengadvokasi ke pemerintah dan berbagai elemen untuk sama-sama memerangi miras, bahkan meniadakannya.
Sementara itu, lanjutnya, pemerintah sendiri sudah mengeluarkan aturan hukum yang bisa menjerat pelaku KDRT, seperti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga namun, kendala yang terbesar dalam menuntaskan suatu masalah KDRT melalui jalur hukum, biasanya korban KDRT mencabut delik aduan yang telah dilaporkan pada pihak kepolisian, dengan alasan akan diselesaikan secara kekeluargaan.
Dia mengemukakan bahwa memang harus diingat KDRT sebenarnya tidak hanya kekerasan terhadap fisik tetapi juga spikis, yang cenderung menimpa kaum perempuan dan anak, hanya saja kondisi budaya patriarki menganggap hal tersebut sebagai masalah biasa, jelasnya. (Spy). foto: supriyanto/parle/hr